Kesejahteraan, dalam bahasa awam,
langsung diterjemahkan sebagai gaji atau penghasilan oleh kebanyakan karyawan.
Namun, hakikat kesejahteraan karyawan adalah sebagai berikut:
- Kesejahteraan anak buah adalah tanggung jawab pimpinan/atasan langsung.
- Kesejahteraan karyawan bukan beban perusahaan, melainkan target.
- Tujuan perusahaan didirikan adalah untuk meningkatkan kesejahteraan manusia, yaitu pemilik/pemegang saham, direksi, karyawan, negara, dan umat manusia.
Kesejahteraan karyawan adalah
tanggung jawab pimpinan langsung, bukan tanggung jawab tetangganya atau HRD (Human
Resource Development). Seringkali bagian HRD menjadi bagian sampah karena
segala problem menyangkut masalah karyawan dilempar ke sana. Masalah kenaikan
gaji dilempar ke HRD, masalah pemogokan karyawan dimasukkan ke HRD, masalah
lembur, masalah disiplin juga dilempar ke HRD. Para manajer itu lupa bahwa
setiap manajer di perusahaan juga menjadi manajer HRD bagi anak buahnya
masing-masing, sehingga masalah tentang peningkatan kualitas, kesejahteraan,
dan kegembiraan anak buah merupakan tanggung jawabnya langsung, bukan tanggung
jawab pihak HRD. Alasannya, atasan langsung merupakan pihak yang mengetahui
persis prestasi anak buahnya, bukan manajer HRD, bukan direktur, bukan teman
sejawat, atau bahkan tetangganya. Atasan langsung juga merupakan pihak yang
mengisi lembar penilaian kerja (performance appraisal) mengenai anak
buahnya, maka ia wajib mengajukan kenaikan gaji, tunjangan, atau promosi anak
buahnya kalau memang dinilai layak dan berprestasi. Bahwa yang memutuskan
kemudian adalah atasan yang lebih tinggi adalah urusan lain. Yang penting,
seorang pimpinan sudah menjalankan kewajibannya untuk mengajukan promosi dan
kenaikan gaji/tunjangan anak buahnya yang dinilai berprestasi.
Kemudian hal paling penting mengenai
kesejahteraan karyawan yang perlu diperhatikan adalah kesejahteraan karyawan bukan beban,
melainkan target. Memang, dalam pembukuan, pembayaran gaji
karyawan dicatat dalam beban perusahaan. Meski demikian, secara folosofis,
kesejahteraan karyawan harus dilihat sebagai target, karena target perusahaan
didirikan adalah untuk kesejahteraan manusia, bukan kesejahteraan gedung,
mesin, alat-alat, dan fixed asset lainnya.
Manusia-manusia yang perlu
disejahterakan itu pertama-tama adalah pemilik atau pendiri perusahaan, karena
mereka merupakan pihak yang bekerja keras di awal, banting tulang dengan
mengorbankan apa saja demi berdiri dan berjalannya perusahaan yang dirintisnya.
Mereka adalah pembuka jalan dan orang lain yang meneruskannya. Jika perusahaan
bangkrut, mereka pula yang menanggung beban kerugian besar. Urutan selanjutnya
adalah pemegang saham, direksi, dan karyawan. Akhirnya, negara juga menjadi
pihak yang ikut sejahtera, karena negara mendapat pajak dari perusahaan. Yang
paling akhir adalah umant manusia keseluruhan. Mereka ikut sejahtera, karena
produk dan jasa yang dibuat oleh perusahaan pada dasarnya ditujukan untuk
berguna dan bernilai bagi kehidupan manusia.
Oleh karena itu, ketika perusahaan
menjadi besar dan mendapat laba yang besar, maka ketika menetapkan gaji pokok (take
home pay) bagi karyawannya, hendaknya tidak hanya menggunakan patokan Upah Minimum Regional
(UMR) yang ditetapkan oleh pemerintah. Dengan kata lain, ketika pencapaian laba
perusahaan besar, maka pengupahan karyawan tidak seharusnya didasarkan pada UMR
saja.
Cara meningkatkan kesejahteraan
karyawan perusahaan bisa dilakukan dengan meningkatkan nilai
tambah industri (industry value added) atau kualitas industri. Seiring
dengan meningkatnya produktivitas, keuntungan perusahaan juga diharapkan
bertambah, sehingga keuntungan tersebut akan dapat digunakan untuk meningkatkan
penghasilan karyawan.
Disadur (by little edit) dari:
Menggugah Mentalitas Profesional dan Pengusaha Indonesia By F. X. Oerip S.
Poerwopoespito dan T.A. Tatag Utomo. 2011. Gramedia Widyasarana Indonesia,
Jakarta. Pp. 134-136.
See at
more http://sariberitacoco.blogspot.com/2012/11/kesejahteraan-karyawan-bukan-beban.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar